Kesepakatan berpisah dengan mantan kekasih kita, menimbulkan berbagai pernyataan, yang secara implisit ataupun eksplist.
Perlu di cerna an perhatikan mungkin.
Kesepakatan atau keputusan untuk berpisah (putus) menimbulkan beban yang berat bagi yang diputuskan maupun yang memutuskan.
Bukan perkara mudah, untuk dapat melupakan kenangan-kenangan yang dimiliki oleh sepasang kekasih. Meskipun itu dalam konteks yang sangat menyakitkan pun, pasti ada kenangan yang layak untuk diingat.
Beban psikologis untuk orang yang diputuskan, mungkin terlihat jauh lebih berat. Ga tau apa- apa, mungkin, langsung diputuskan, tanpa ada penjelasan dari pihak yang memutuskan. Nyesek? Pasti! dan pasti akan ada bargaining antara pihak yang diputuskan-dan-yang-memutuskan.
Bargaining disini adalah tawar menawar, tarik ulur, dan percakapan antara kedua belah pihak, dan dengan alasan atau keinginan yang diingin dari si pihak yang memutuskan, agar tidak terjadi permasalahan ketika mereka berdua benar-benar putus.
Seharusnya, begitu bukan?
Seharusnya...
Kembali lagi, pihak yang memutuskan pun demikian. merasakan beban psikologis untuk "memutuskan" pasangannya. Takut kena karma, kalau pasangannya tidak terima dengan keputusannya untuk memutuskan tersebut. Dan lain-lain, berdasarkan pengalaman teman-teman dan pasti pengalaman sendiri sih hehe.
Sekarang, apa yang seharusnya dilakukan? Antara pihak-yang-memutuskandan -yang-diputuskan?
Pasti jawaban orang yang wise adalah tetap saja berteman dengan sang mantan, kan gimana-gimana dia (mantan) udah pernah ngisi kehidupan kita selama beberapa lama. in theoritical, bener-bener aja statment itu, tapi yang penulis dapatkan.... mengapa berbeda? ga usah ambil jauh-jauh, penulis dengan mantan-mantan sendiri, bisa dibilang hubungannya ada yang baik tapi ada juga yang malah menjauh. Nah, kalau begini salah siapa? Padahal penulis sendiri juga sudah berusaha membuka rasa kekeluargaan itu (kok malah curcol? hehe). Itu yang membuat kadang-kadang bingung setengah mati. Katanya disuruh baik-baik, tapi kok malah berbeda dengan apa yang dikatakan? Hmm..
Tapi, jangan di generalisasikan ya, ada juga yang malah berteman akrab sampai sekarang. Dan itu semuanya kembali ke individu masing-masing. Namanya aja manusia itu individual diferences, ga bisa disamakan juga.
Namanya saja hubungan, pasti ada yang bisa bertahan maupun tidak. Dan kita sendiri yang mampu membawa hubungan arah pertemanan tersebut ke arah yang lebih baik dari sebelumnya (masa PDKT) atau malah menjadi sepasang musuh? Eman-eman sih kalau jadi musuh. Ya kalau jadi teman pun tidak bisa seperti layaknya teman-teman pada umumnya. Pasti ada sedikit jarak, karena itu ada namanya RASA. Rasa gak pernah bohong. Tatapan mata juga ga pernah bohong. Sakit kalau bohong sama diri sendiri. Jangan deh....
Pertanyaan terakhir dari saya,
memutuskan atau diputuskan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar