Senin, 25 Maret 2013

Sebentuk tulisan kecil untuk mimpi

Setiap orang pasti memiliki mimpi. Mimpi yang nyata dan memang benar adanya atau mimpi yang susah untuk digapai, hanya sebatas angan- angan saja. Tiap orang bebas untuk mengungkapkan apa yang ada di benak mereka, apa yang di angan- angankan mereka, tidak ada yang melarang, itulah hak mereka. Begitupun saya. Saya punya beberapa mimpi. Mimpi masa kecil saya, misalnya, adalah suatu saat saya ingin menjadi dokter, dokter apapun itu. Tidak ada yang salah dengan pemikiran Ika kecil pada saat itu, yang salah adalah mimpi tersebut, untuk sekarang hanya sebatas angan- angan saja, tidak untuk digapai kembali, karena memang tidak bisa dan tidak akan pernah bisa misalnya. Saya percaya, Allah memberikan porsinya masing- masing untuk tiap umatnya, tidak berbatas disitu saja. itulah yang dinamakan dengan takdir. Semesta keren.

Mimpi saya untuk satu itu memang sudah hilang. Saya menyesal? Sekarang saya tidak pernah menyesal untuk semua kejadian yang saya alami dalam siklus kehidupan saya. Setiap tahapan demi tahapan pasti akan menjadi sebuah cerita untuk suatu hari kelak, entahlah.. untuk siapa akan saya ceritakan. Tapi roda kehidupan itu yang membuat tiap orang tahu apa artinya kesenangan, kesedihan, penyesalan, dan kegembiraan. Apalah arti roda kehidupan tanpa adanya mimpi- mimpi kecil yang kita buat. Mimpi itu yang kelak bisa menguatkan kita. Mimpi merupakan salah satu bentuk positive regards yang kita miliki. Tidak perlu mengubur tentang mimpi- mimpi yang sudah kita rencankan. Namun, jangan pula terlau ber- ekspetasi yang terlalu tinggi dengan mimpi yang kita buat. 2 usaha untuk meraih mimpi itu hanya ada dua, yaitu berdoa dan berusaha. Kesan dari sebuah mimpi itu hanya ada di buaian. Bunga tidur. Makna yang terkandung sangat implisit, yang sebenarnya memiliki arti yang luas, tergantung pemaknaan kita sendiri. Dreams made of viewpoints, images and future.

Saat ini, saya memiliki mimpi. Namun, tak perlu saya ceritakan mimpi- mimpi apa yang sudah ada di kepala saya untuk saat ini, lebih tepatnya untuk jangka pendek maupun jangka panjang saya kelak. yang terpenting untuk saat ini adalah bagaimana saya dan kalian bisa survive menggapai mimpi kalian masing- masing. Saya yakin, mimpi itu tidak lah semudah kita membalikan tangan, ataupun mengedipkan mata. Mimpi memerlukan pengorbanan, waktu dan tenaga. Mimpi memerlukan ketegaran dan kekuatan. Mimpi memerlukan cinta. I believe in fairies, it all exists, even if it's in your mind. Go forward and make your dreams come true, and always remember! This things was start with dream, pray, and hope.

                                                                       **

Rabu, 13 Maret 2013

Weton dan Aturan Jawa

Pernah mendengar dari para kakek- nenek, bapak- ibu kita mengenai weton, wuku, dan lain sebagainya? Kalau kalian dari suku Jawa, tidak asing mendengar istilah seperti itu. Apa dan bagaimana pasaran, weton seseorang menunjukan karakter dan masa depan orang tersebut. Itu sih masalah kepercayaan seseorang, lebih tepatnya kepercayan para leluhur kita, karena kepercayaan itu diturunkan turun temurun. Wallahualam. Bagaimanupun kita tidak serta merta menelan mentah- mentah kepercayaan tersebut, karena bisa dikategorikan sebagai musyrik, dalam ajaran agama saya. Saya mengambil jalan tengahnya saja, kalaupun itu baik dan bersifat positif, ya saya mengikuti apa saja, daripada dikatakan kualat, hehe.

Kemarin saya bersama orang tua membicarakan hal tersebut. Yap! Weton dan pasaran. Saya sebenarnya tidak terlalu ngeh dengan hal itu. tapi karena sudah terlanjur membicarakan hal itu ya saya mendengarkan sampai tuntas, meskipun dari dulu- dulu saya mendapat sedikit tahu. Misalnya saja, saya cuman tau mengenai weton. Karena weton saya ini, bapak sering mengumbar- umbarkan mengenai weton saya. Saya lahir tanggal 28 Juli 1990, dan menurut perhitungan Jawa, weton saya adalah Sabtu Pahing, sabtu pahing di perhitungan jawa merupakan paling tinggi dari yang lain, yaitu berjumlah 19.  Kata nenek dan bapak saya, anak yang lahir di sabtu pahing merupakan anak yang keras, keras disini bisa keras kepala dan mau menangnya sendiri, haha. (hmm, iya sih!). Orang yang lahir sabtu pahing juga (katanya) banyak rezeki (Amin). Bapak selalu bilang kepada saya bahwa, semenjak saya lahir, karir bapak meningkat drastis. Tapi itu semua ya ga serta merta karena hal itu juga. Lebay nya bapakku kalik ya :D

Nah itu contoh kecilnya seperti itu. Dan entah kenapa, saya jadi ketularan ke- kepo- an tentang dunia weton dan lain sebagainya tersebut. Saya sering browsing mengenai aturan jawa itu. Ketika saya dekat dengan seseorang, yang pertama kali saya tanyakan adalah tanggal lahirnya, dari tanggal lahir tersebut bisa dilihat apa zodiaknya dan apa wetonnya, hehe, dan kemudian saya melihat bagaimana karakter dan sifat orang tersebut. Memang sedikit ampuh dan terbukti, hehe.

Inti dari percakapan dengan orang tua saya semalam adalah... Jika akan menikah, pasti yang dilihat adalah berapa jumlah pasaran masing- masing pasangan. Semakin besar jumlahnya, semakin dia dominan daripada pasangannya. Dan lagi, jika jumlah antar pasangan tersebut dijumlah, tidak boleh habis dibagi 3. Misal, jumlahnya 27. Jumlah tersebut akan habis dibagi 3,konon kata nenek moyang, tidak baik. Ya.. lagi- lagi itu merupakan suatu kepercayaan. Wallahualam, boleh percaya atau tidak. Nenek saya memiliki keyakinan yang lebih tentang ke-jawen. Ada salah satu kisah, dimana sebenarnya pasangan tersebut tidak cocok, dan kalaupun cocok ada salah satu dari mereka yang akan meninggal. Kemudian, kata orang Jawa, harus diberikan sesajen, agar hal tersebut tidak terjadi. Benar saja, beliau memelihara burung gagak, dan ketika akan melangsungkan pernikahan pasangan tersebut, tiba- tiba burung gagak itu mati begitu saja. Katanya sih di gantikan ke burung gagak tersebut. Inget! katanya loh... boleh percaya atau tidak.

Beberapa hari yang lalu saya melakukan survey kecil- kecilan di akun twitter milik saya. Saya bertanya, kenapa sih orang- orang sangat menjunjung aturan- aturan Jawa tersebut, misalnya weton itu yang selalu dihubungkan dengan tanggal pernikahan. Ada seorang teman saya, yang menjawab bahwa adanya weton dan pasaran itu terjadi karena orang- orang jawa belajar dari tanda- tanda alam, itu kenapa mereka punya hitung- hitungan, dan dari situ mereka sangat hati- hati dengan tanggal (@nessia22).

Namun, kadang- kadang aturan jawa ya tidak masuk akal juga. Tapi, saya yang keturunan orang Jawa mau gak mau kan ya (sedikit) harus mengikuti lah, selama itu masuk di akal dan tidak benar- benar menyimpang. Saya beruntung, karena keluarga saya tidak kolot- kolot amat mengenai aturan itu, fleksible lah intinya. Dan juga, keluarga pasangan saya begitu. Jadi kalau sedikit menyimpang ya tidak masalah. :) Oh ya, saya baru ingat! Satu lagi, aturan di jawa, mengatakan bahwa pernikahan dalam satu keluarga dalam satu tahun tidak boleh terjadi 2x. Ini juga, saya tidak tahu apa landasannya. Mungkin dari kalian tau alasan sebenarnya, kenapa tidak diperbolehkan seperti itu? hehe, mau tau banget soalnya *serius* :p

Fyi, semua itu juga tergantung dari masing- masing pasangan sendiri kok, dan yang penting bagaimana kualitas yang terbentuk. Kultur budaya sangat diperlukan sekali, dan tidak mungkin terlepas dalam kepribadian dan karakter pribadi, karena bagaimanapun kita terbentuk dari adanya budaya- budaya dan adat istiadat yang ada di lingkungan kita. Kita yang harus pintar- pintar mem- filter saja, apakah itu ada gunanya atau positif untuk hubungan kita dengan pasangan atau hubungan kita dengan orang lain di sekitar kita atau malah sebaliknya, kita menjadi orang yang sangat parno dengan kultur budaya tersebut. Itu menurut saya :D balance lah.. aturan budaya dan aturan agama masing- masing yang kita anut harus saling menyeimbangkan, bukan malah berat sebelah.

That's the problem with doing the right thing. Sometimes you do it on your own - Genie

Perjodohan

Masih inget jamannya Siti Nurbaya tentang perjodohan itu? Dimana dijodohkan oleh orang tua nya agar menikah dengan pilihan orang tua, yang mana dirinya tidak menyukai lelaki yang dijodhkan dengan pilihan orang tua.
Saya yakin, sampai sekarang dan zaman saat ini pun, ajang perjodohan antar orang tua dengan orang tua masih ada. Saya pernah mendengar selentingan dari orang tua muda yang ingin menjodohkan anaknya kelak jika sudah dewasa dengan anak teman karibnya. Sepertinya sepele dan lucu, karena bagaimanapun juga, anak dari masing- masing orang tua masih kecil, belum tau apa itu artinya kehidupan, hanya selentingan atau basa- basi ibu- ibu muda yang gemas melihat anak kecil lawan jenis yang lucu :3 , ehehe..

Kembali lagi ke perjodohan. Saya pribadi sih, orangnya fine- fine saja ketika dijodohkan dengan si A atau si B misalnya. Toh, yang namanya jodoh itu misteri, ga bakal ada yang bisa memperhitungkannya, jodohku atau jodohnya Anda itu siapa. yang penting be positive saja sih. Dan sebenarnya, tidak ada yang salah dengan perjodohan, toh bagaimanapun yang menentukan itu ya masing- masing orang itu sendiri, ketika orang tua nya benar- benar mendukung tapi tidak dengan anak yang menjalani, ya percuma saja, begitupun sebaliknya.

Sebenarnya, perjodohan itu indikasi yang melapangkan semua pihak. Kata orang Jawa, bibit, bebet, dan bobot nya pasti sudah jelas. Tidak ada dan tidak perlu was- was akan hal- hal yang menurut orang Jawa itu sangat di agung- agungkan. Pihak dari orang tua misalnya, orang tua pasti juga sudah tau bagaimana tindak tanduk, perilaku orang tua calonnya, ada pepatah, perilaku orang tua akan menurun ke perilaku anaknya. Nah, untuk satu itu, pasti orang tua tidak perlu khawatir lagi, karena sudah mengenal baik orang tua sang calon. Kedua, dari pihak anak. Pihak anak pun sudah melalu berbagai seleksi dari masing- masing pasangan. Dan, anak pun istilahnya agak bisa bernafas lega, karena masing- masing orang tua sudah memberikan "lampu ijo" bagi hubungan mereka. Yang lebih mengesankan lagi, masing- masing orang tua akan saling menjaga antara satu dengan yang lain, istilahnya akan dipantau aktivitas pacaran mereka, tidak seperti pacaran- pacaran lainnya. itulah sisi positif dalam hubungan tersebut.

Saya sering sekali di jodoh- jodohkan, ya namanya anak yang penurut dengan orang tua. Sedikit cerita, beberapa waktu yang lalu, saya dijodohkan dengan ya... masih keluarga tapi keluarga jauh. eitss, bukan dijodohkan, tapi dikenalkan. Maunya dikenalkan dengan sang kakak, yang tinggal di luar negeri. Saya sih oke- oke saja, kita kenalan, tukeran PIN BB, dan seterusnya. Tapi.. ya memang dasarnya, dia tidak suka mungkin, akhirnya ya kita tidak pernah ber komunikasi lagi.. eh, ujung- ujungnya adiknya yang sering berkomunikasi. Ya itu contoh kecilnya, jika orang tua sudah setuju, tapi anaknya enggak, ya ga bakal ada istilahnya perkenalan atau perjodohan itu terjadi.

Kakak saya beberapa waktu lalu, menasihati saya. Restu orang tua itu merupakan restu Allah juga. Saya sampai sekarang ber- keyakinan akan hal tersebut, karena memang itu adanya. Apalagi restu ibu. Saya sampai sekarang, selalu curhat dengan ibu saya, masalah percintaan saya, karena saya dasarnya tidak mau kejadian yang tidak menyenagkan terjadi lagi, atau sampai tidak di setujui dengan orang tua, padahal sudah lama berpacaran misalnya. Dan satu lagi, saya yakin, kalau calon kita itu mencintai keluarganya, menuruti semua perintah orang tua nya, InsyaAllah dia akan mencintai keluarga kecilnya kelak. Miniaturnya seperti itu.



You don't choose your family.  They are God's gift to you, as you are to them.